Covid19 Malaysia: Yang Menular dari Tabligh Akbar
SUDAH bertahun-tahun Khairi Akbar aktif di Jamaah Tabligh, sebuah perkumpulan keagamaan yang berdiri di India sejak 1927 dan memiliki jaringan di hampir 200 negara. Pada 28 Februari - 1 Maret lalu, dia turut hadir dalam pertemuan akbar di Masjid Sri Petaling, Kuala Lumpur, Malaysia.
Tak ada yang berbeda dalam pertemuan itu. Semua sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia ingat benar bagaimana belasan ribu umat muslim memenuhi halaman dan ruangan masjid. Berdoa bersama, makan bersama, dan mendengar khutbah tentang "bagaimana memperbaiki kelemahan kita sendiri, bagaimana mempersiapkan diri kita untuk kehidupan setelah mati, dan hal lain semacam itu."
"Kami berbicara tentang pentingnya masjid bagi masyarakat dan bagaimana manusia harus membuat masjid hidup," katanya.
Namun tak lama setelah pertemuan itu, hal yang tak diduga terjadi. Konsekuensinya menghancurkan. Pertemuan yang menghadirkan 12 ribu hingga 16 ribu peserta itu belakangan menjadi kluster penularan virus corona terbesar di Malaysia.
Dalam minggu-minggu awal sejak tabligh akbar itu digelar, hampir 600 peserta dinyatakan positif Covid-19. Jumlah ini bisa jadi terus bergerak karena ribuan peserta belum dilacak.
Khairi bilang, tak ada yang bisa meramalkan pertemuan itu akan berujung pada kekacauan.
"Ketika pertemuan itu diselenggarakan, itu baru gelombang pertama virus di Malaysia. Hanya ada beberapa kasus, dan tidak ada kesadaran seluas ini," kata Khairi yang juga tertular virus dan menjalani perawatan di rumah sakit pemerintah di Kuala Lumpur, 18 Maret 2020.
"Kami mendapat persetujuan dari Balai Kota dan polisi, kami berkonsultasi dengan pemadam kebakaran, semua izin yang diperlukan diperoleh. Tidak ada yang istimewa dari pertemuan ini, ini telah dilakukan selama 30 atau 40 tahun terakhir di Malaysia,” ujarnya.
Segera setelah acara itu, sebuah kasus di Brunei ditemukan pada orang yang menghadiri acara itu. Sedikitnya, 1.500 peserta berasal dari negara lain seperti Singapura, Thailand, Indonesia, dan beberapa negara lain.
Belakangan, hingga 19 Maret 2020, diketahui ada 600 kasus positif yang berasal dari kluster Masjid Sri Petaling, termasuk 513 di Malaysia, 61 di Brunei, 22 di Kamboja sedikitnya 5 di Singapura dan satu di Thailand.
"Saat itulah itu benar-benar dimulai. Ratusan orang dites di masjid, termasuk saya. Saya dinyatakan positif jadi sekarang saya di rumah sakit. Keluarga saya tidak mengalami gejala dan sedang menunggu hasil tes mereka," kata Khairi yang punya riwayat asimptomatik dan merasa dirinya baik-baik saja.
Dia cukup sehat sehingga tetap sibuk di kamarnya di rumah sakit dengan membantu otoritas kesehatan melacak para peserta yang belum ditemukan.
Sekitar separuh dari peserta dianggap orang Rohingya, sebuah komunitas rentan di Malaysia yang merupakan pencari suaka dan terusir dari tanah kelahirannya di Myanmar.
Kementerian Kesehatan khawatir orang-orang ini dapat menyebarkan virus ke luar Selangor dan Kuala Lumpur, dua daerah yang sekarang memiliki jumlah kasus positif Covid-19 terbesar di Malaysia.
Dirjen Kementerian Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah mengatakan minggu ini telah ada beberapa insiden pasien yang terkait dengan tabligh yang menyembunyikan kontak, gejala riwayat perjalanan dan informasi kontak.
Hingga 19 Maret 2020, tabligh akbar itu telah menyumbang lebih dari 60 persen dari 900 kasus di Malaysia. Pada 18 Maret, Malaysia memberlakukan lockdown parsial. Orang-orang dipaksa tetap tinggal di rumah untuk menekan laju penularan.
Di dunia maya, sebagian orang menyesali pertemuan itu dilakukan saat pandemi Covid-19 sedang menyebar ke lebih dari 100 negara.
Ketika pertemuan lanjutan itu hendak digelar di Indonesia, walau pun kemudian dibatalkan, jamaah tabligh di Malaysia turut merasakan getahnya. Mereka dituding terlibat merencanakan pertemuan itu.
"Orang-orang menyalahkan kami di Malaysia, meskipun kami tidak ada hubungannya dengan itu (pertemuan di Sulawesi Selatan, Indonesia)," kata Khairi.
Ini bukan satu-satunya acara keagamaan untuk menyebarkan virus dalam skala massal. Ribuan kasus di Korea Selatan terkait dengan layanan Gereja Shincheonji Yesus di kota Daegu.
"Kami benar-benar menyesal ini terjadi. Kami sudah lama menjadi bagian dari tatanan masyarakat. Kami berharap ini tidak akan menentukan bagaimana orang melihat kami dan kami dapat melanjutkan bersama."
Beberapa peserta membela acara itu, dengan mengatakan bahwa pada saat itu situasi di Malaysia - yang telah mengumumkan 25 kasus pada 28 Februari - tidak parah.
“Kami tidak khawatir saat itu ketika situasi Covid-19 pada saat itu tampak terkendali,” kata Khuzaifah Kamazlan, seorang guru agama berusia 34 tahun yang berbasis di Kuala Lumpur yang menghadiri acara tersebut tetapi telah diuji negatif virus korona.
Khuzaifah mengatakan beberapa jamaah yang menghadiri acara tersebut sejak itu menolak untuk dites, lebih memilih mengandalkan Tuhan untuk melindungi mereka.
Karim, seorang warga negara Malaysia berusia 44 tahun yang menghadiri pertemuan itu dan kemudian dinyatakan positif virus corona, mengatakan pemerintah seharusnya membatalkan acara tersebut.
“Kami agak kecewa bahwa wabah ini telah disalahkan sepenuhnya pada kami. Pandangan itu tidak adil. Tidak ada larangan saat itu,” kata Karim.
“Sekarang saya khawatir karena saya positif. Tolong berdoa untukku," katanya.
Sementara itu, lebih dari 250 peserta tabligh tetap di masjid sampai hasil tes mereka keluar. Di antara mereka adalah juru kamera lepas Erwan Warga Iska.
Erwan mengatakan dirinya dalam kondisi baik-baik saja. Di sana, para lelaki masih bisa memasak makanan sendiri. Dia berterima kasih atas bantuan dan perawatan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan.
Ditanya apakah dirinya khawatir dengan virus corona, Erwan menjawab,"Saya hanya bisa tersenyum dan menyerahkan diri pada kehendak Allah."
***
Rabu, 8 April 2020. Sebulan setelah pertemuan itu, Kementerian Kesehatan Malaysia mencatat sudah 4.119 orang terinfeksi virus corona di 13 negara bagian. Dari jumlah itu, 2.567 orang dirawat di rumah sakit, 1.487 sembuh dan 65 orang meninggal dunia.
60 persen dari mereka yang meninggal adalah dari kluster tabligh akbar Seri Petaling. Pertemuan ini tercatat sebagai kluster penularan terbesar dengan 1.682 kasus.
Sementara empat kluster penularan lain adalah persidangan keagamaan di Kuching (110 kasus), majelis perkawinan di BB Bangi (94 kasus), individu dengan riwayat perjalanan ke Italia sebanyak 41 kasus, dan subkluster penularan baru di Daerah Rembau, Negeri Sembilan, dengan 27 kasus (dua diantaranya dirawat di ICU).
Subkluster di Rembau ini, ternyata lagi-lagi terkait dengan pertemuan jamaah tabligh di Masjid Seri Petaling.
"Kasus bermula di sebuah sekolah yang mana salah satu dari gurunya pernah menghadiri perhimpunan di Seri Petaling," tulis Kementerian Kesehatan Malaysia lewat akun Twitter resminya, Rabu, 8 April 2020. []
Sumber:
https://www.scmp.com/news/asia/southeast-asia/article/3075654/how-malaysias-sri-petaling-mosque-became-coronavirus
https://www.scmp.com/week-asia/health-environment/article/3076219/coronavirus-i-attended-tabligh-mass-islamic-prayer
https://twitter.com/KKMPutrajaya
Tabligh akbar jamaah tabligh di Malaysia |
Tak ada yang berbeda dalam pertemuan itu. Semua sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia ingat benar bagaimana belasan ribu umat muslim memenuhi halaman dan ruangan masjid. Berdoa bersama, makan bersama, dan mendengar khutbah tentang "bagaimana memperbaiki kelemahan kita sendiri, bagaimana mempersiapkan diri kita untuk kehidupan setelah mati, dan hal lain semacam itu."
"Kami berbicara tentang pentingnya masjid bagi masyarakat dan bagaimana manusia harus membuat masjid hidup," katanya.
Namun tak lama setelah pertemuan itu, hal yang tak diduga terjadi. Konsekuensinya menghancurkan. Pertemuan yang menghadirkan 12 ribu hingga 16 ribu peserta itu belakangan menjadi kluster penularan virus corona terbesar di Malaysia.
Dalam minggu-minggu awal sejak tabligh akbar itu digelar, hampir 600 peserta dinyatakan positif Covid-19. Jumlah ini bisa jadi terus bergerak karena ribuan peserta belum dilacak.
Khairi bilang, tak ada yang bisa meramalkan pertemuan itu akan berujung pada kekacauan.
"Ketika pertemuan itu diselenggarakan, itu baru gelombang pertama virus di Malaysia. Hanya ada beberapa kasus, dan tidak ada kesadaran seluas ini," kata Khairi yang juga tertular virus dan menjalani perawatan di rumah sakit pemerintah di Kuala Lumpur, 18 Maret 2020.
"Kami mendapat persetujuan dari Balai Kota dan polisi, kami berkonsultasi dengan pemadam kebakaran, semua izin yang diperlukan diperoleh. Tidak ada yang istimewa dari pertemuan ini, ini telah dilakukan selama 30 atau 40 tahun terakhir di Malaysia,” ujarnya.
Segera setelah acara itu, sebuah kasus di Brunei ditemukan pada orang yang menghadiri acara itu. Sedikitnya, 1.500 peserta berasal dari negara lain seperti Singapura, Thailand, Indonesia, dan beberapa negara lain.
Belakangan, hingga 19 Maret 2020, diketahui ada 600 kasus positif yang berasal dari kluster Masjid Sri Petaling, termasuk 513 di Malaysia, 61 di Brunei, 22 di Kamboja sedikitnya 5 di Singapura dan satu di Thailand.
"Saat itulah itu benar-benar dimulai. Ratusan orang dites di masjid, termasuk saya. Saya dinyatakan positif jadi sekarang saya di rumah sakit. Keluarga saya tidak mengalami gejala dan sedang menunggu hasil tes mereka," kata Khairi yang punya riwayat asimptomatik dan merasa dirinya baik-baik saja.
Dia cukup sehat sehingga tetap sibuk di kamarnya di rumah sakit dengan membantu otoritas kesehatan melacak para peserta yang belum ditemukan.
Sekitar separuh dari peserta dianggap orang Rohingya, sebuah komunitas rentan di Malaysia yang merupakan pencari suaka dan terusir dari tanah kelahirannya di Myanmar.
Kementerian Kesehatan khawatir orang-orang ini dapat menyebarkan virus ke luar Selangor dan Kuala Lumpur, dua daerah yang sekarang memiliki jumlah kasus positif Covid-19 terbesar di Malaysia.
Dirjen Kementerian Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah mengatakan minggu ini telah ada beberapa insiden pasien yang terkait dengan tabligh yang menyembunyikan kontak, gejala riwayat perjalanan dan informasi kontak.
Hingga 19 Maret 2020, tabligh akbar itu telah menyumbang lebih dari 60 persen dari 900 kasus di Malaysia. Pada 18 Maret, Malaysia memberlakukan lockdown parsial. Orang-orang dipaksa tetap tinggal di rumah untuk menekan laju penularan.
Di dunia maya, sebagian orang menyesali pertemuan itu dilakukan saat pandemi Covid-19 sedang menyebar ke lebih dari 100 negara.
Ketika pertemuan lanjutan itu hendak digelar di Indonesia, walau pun kemudian dibatalkan, jamaah tabligh di Malaysia turut merasakan getahnya. Mereka dituding terlibat merencanakan pertemuan itu.
"Orang-orang menyalahkan kami di Malaysia, meskipun kami tidak ada hubungannya dengan itu (pertemuan di Sulawesi Selatan, Indonesia)," kata Khairi.
Ini bukan satu-satunya acara keagamaan untuk menyebarkan virus dalam skala massal. Ribuan kasus di Korea Selatan terkait dengan layanan Gereja Shincheonji Yesus di kota Daegu.
"Kami benar-benar menyesal ini terjadi. Kami sudah lama menjadi bagian dari tatanan masyarakat. Kami berharap ini tidak akan menentukan bagaimana orang melihat kami dan kami dapat melanjutkan bersama."
Beberapa peserta membela acara itu, dengan mengatakan bahwa pada saat itu situasi di Malaysia - yang telah mengumumkan 25 kasus pada 28 Februari - tidak parah.
“Kami tidak khawatir saat itu ketika situasi Covid-19 pada saat itu tampak terkendali,” kata Khuzaifah Kamazlan, seorang guru agama berusia 34 tahun yang berbasis di Kuala Lumpur yang menghadiri acara tersebut tetapi telah diuji negatif virus korona.
Khuzaifah mengatakan beberapa jamaah yang menghadiri acara tersebut sejak itu menolak untuk dites, lebih memilih mengandalkan Tuhan untuk melindungi mereka.
Karim, seorang warga negara Malaysia berusia 44 tahun yang menghadiri pertemuan itu dan kemudian dinyatakan positif virus corona, mengatakan pemerintah seharusnya membatalkan acara tersebut.
“Kami agak kecewa bahwa wabah ini telah disalahkan sepenuhnya pada kami. Pandangan itu tidak adil. Tidak ada larangan saat itu,” kata Karim.
“Sekarang saya khawatir karena saya positif. Tolong berdoa untukku," katanya.
Sementara itu, lebih dari 250 peserta tabligh tetap di masjid sampai hasil tes mereka keluar. Di antara mereka adalah juru kamera lepas Erwan Warga Iska.
Erwan mengatakan dirinya dalam kondisi baik-baik saja. Di sana, para lelaki masih bisa memasak makanan sendiri. Dia berterima kasih atas bantuan dan perawatan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan.
Ditanya apakah dirinya khawatir dengan virus corona, Erwan menjawab,"Saya hanya bisa tersenyum dan menyerahkan diri pada kehendak Allah."
***
Rabu, 8 April 2020. Sebulan setelah pertemuan itu, Kementerian Kesehatan Malaysia mencatat sudah 4.119 orang terinfeksi virus corona di 13 negara bagian. Dari jumlah itu, 2.567 orang dirawat di rumah sakit, 1.487 sembuh dan 65 orang meninggal dunia.
60 persen dari mereka yang meninggal adalah dari kluster tabligh akbar Seri Petaling. Pertemuan ini tercatat sebagai kluster penularan terbesar dengan 1.682 kasus.
Sementara empat kluster penularan lain adalah persidangan keagamaan di Kuching (110 kasus), majelis perkawinan di BB Bangi (94 kasus), individu dengan riwayat perjalanan ke Italia sebanyak 41 kasus, dan subkluster penularan baru di Daerah Rembau, Negeri Sembilan, dengan 27 kasus (dua diantaranya dirawat di ICU).
Subkluster di Rembau ini, ternyata lagi-lagi terkait dengan pertemuan jamaah tabligh di Masjid Seri Petaling.
"Kasus bermula di sebuah sekolah yang mana salah satu dari gurunya pernah menghadiri perhimpunan di Seri Petaling," tulis Kementerian Kesehatan Malaysia lewat akun Twitter resminya, Rabu, 8 April 2020. []
Sumber:
https://www.scmp.com/news/asia/southeast-asia/article/3075654/how-malaysias-sri-petaling-mosque-became-coronavirus
https://www.scmp.com/week-asia/health-environment/article/3076219/coronavirus-i-attended-tabligh-mass-islamic-prayer
https://twitter.com/KKMPutrajaya
Komentar
Posting Komentar